Pendidikan di Bali di Era Pandemi
Artikel dari Di Pietro, dkk (2020) dengan judul “The likely impact of Covid-19 on education:
Reflections based on the existing literature and recent international datasets”
dapat dijadikan bahan diskusi sebagai perbandingan dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Dalam artikel tersebut disimpulkan, kelemahan pembelajaran terjadi sebagai akibat dari kurangnya waktu belajar siswa, gejala stres, perubahan cara berinteraksi siswa serta kurangnya motivasi belajar siswa. Simpulan diambil dengan menggunakan kajian literatur dan bukti-bukti data internasional seperti PISA, PIRLS dan beberapa data lainnya.
Kurangnya waktu belajar ini jelas sebagai akibat dari tidak adanya pertemuan klasikal/tatap muka nyata dengan guru di sekolah. Untuk pembelajaran pada satuan pendidikan yang ada di Provinsi Bali, berdasarkan contoh-contoh yang dibuat oleh guru dalam pelatihan daring (dalam jaringan), rata-rata sekolah merancang pembelajaran tatap muka maya hanya 3 jam dalam sehari, meskipun ada yang lebih bahkan ada tidak sama sekali karena terkendala jaringan. Bagi sekolah yang tidak mengadakan pertemuan tatap muka maya (synchronous) biasanya paling sering menggunakan aplikasi Whatsapp Group (WA) secara tidak langsung (asynchronous).
Kondisi ini jelas akan mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa karena banyak bukti penelitian yang menunjukkan bahwa waktu pembelajaran berpengaruh terhadap capaian prestasi belajar. Demikian pula pada petunjuk teknis (juknis) penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 di masa pandemi Covid-19 yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bali, mengatur bahwa durasi maksimal sekolah buka adalah 3 jam pelajaran, di mana dalam setiap jam pelajaran 30 menit. Padahal dalam kondisi normal, siswa belajar di sekolah rata-rata selama 5 jam. Terlebih lagi jika siswa tidak dibekali dengan tugas-tugas mandiri yang dapat meningkatkan potensinya dikaitkan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Penyebab kelemahan pembelajaran kedua adalah gejala stres pada siswa. Beberapa hasil survey di tingkat nasional tentang pembelajaran jarak jauh menemukan adanya gejala stres pada siswa, termasuk hasil wawancara langsung dengan siswa pada saat pelatihan daring bagi pengawas sekolah yang dilaksanakan oleh LPMP Provinsi Bali. Gejala stres diawali dari kejenuhan siswa mengikuti kelas daring yang tidak lancar, mengingat koneksi internet yang kurang stabil dan kuota internet yang tidak selalu tersedia. Selain itu, mereka juga jenuh dengan penugasan yang kurang bervariasi serta kurangnya umpan balik dari guru atau sekolah.
Perubahan cara berinteraksi siswa menjadi penyebab ketiga bagi kelemahan pembelajaran di masa pandemi ini. Secara teori manusia adalah mahluk sosial, oleh karena itu interaksi dengan teman-teman sekelasnya akan berpengaruh positif terhadap motivasi belajar mereka. Karena tidak adanya pertemuan secara langsung membuat pola interaksi mereka berubah. Dalam pembelajaran tatap muka, mereka bisa saling bertanya dan saling menjelaskan kepada temannya secara produktif dan kolaboratif. Interaksi antara guru dengan siswa pun dapat mengembangkan harga diri positif, kepercayaan diri, dan identitas.
Penyebab terakhir dalam kelemahan pembelajaran di masa pandemi ini adalah permasalahan yang sangat umum yaitu kurangnya motivasi belajar siswa. Salah satu penyebab kurangnya motivasi ini adalah karena tidak adanya penilaian secara valid dan reliabel atas hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. Banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa penilaian adalah salah satu variabel yang menentukan motivasi seseorang dalam belajar.
Dengan memperhatikan keempat kelemahan dalam pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai langkah antisipasi. Pertama, adalah dengan menerapkan pembelajaran jarak jauh secara optimal dan sistematis. Pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan secara daring, luring maupun kombinasi keduanya. Meskipun pembelajaran secara daring tidak terlalu efektif karena terkendala infrastruktur jaringan tetapi paling tidak dapat mengatasi motivasi belajar siswa melalui adanya interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan teman-temannya melalui proses sinkron dengan menggunakan berbagai aplikasi seperti zoom meeting, google meet, forum WAG atau yang lainnya.
Peran kepala sekolah dan guru adalah melalui peningkatan layanan infrastruktur serta peningkatan kapasitas guru dalam pembelajaran daring. Kepala sekolah harus menyediakan penjadwalan dan pemantauan terhadap proses pembelajaran ini, baik pada proses maupun hasil yang dilaksanakan oleh guru. Kepala sekolah harus membantu para guru dalam meningkatkan kompetensi pemanfaatan TIK agar dapat menyelenggarakan layanan pembelajaran daring secara optimal.
Peran orang tua dalam hal ini sangat dibutuhkan demi keberhasilan pembelajaran daring yaitu dalam memastikan bahwa peserta didik fokus pada tugas yang diberikan oleh sekolah. Jika kompetensi digital guru bagus dan sistem yang disiapkan sekolah juga baik maka pembelajaran daring bagi peserta didik akan memberikan manfaat yang lebih besar dari pembelajaran konvensional karena peserta didik akan dapat mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri. Demikian pula untuk siswa yang pada kelas awal sekolah dasar, kondisi ini tidak akan maksimal dalam capaian pembelajaran daring karena anak-anak yang lebih kecil mungkin tidak terorganisir dengan baik, serta belum memiliki motivasi diri dan keterampilan manajemen waktu yang baik.
Alternatif lain selain daring adalah pembelajaran luring dengan tanpa akses internet. Jika daerah tidak memiliki akses internet yang memadai terutama pada sekolah dasar dapat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan bimbingan kelompok kecil. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bimbingan kelompok kecil bisa menjadi efektif, cepat dan relatif lebih murah untuk memperbaiki kondisi pendidikan yang disebabkan oleh Covid-19. Pembelajaran bimbingan kelompok kecil dapat dilakukan kepada 3 – 5 orang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini sudah berlangsung lama di beberapa daerah di Provinsi Bali, terutama bagi daerah yang sulit akses internet serta bebas dari keramaian.
Sumber: Bali Post, Jumat Pon, 22 Januari 2021
Penulis: Dr. Ni Made Suciani, M.Pd., Widyaiswara LPMP Provinsi Bali